Kamis, 02 September 2010

Kiswah (kelambu kabah)

Sebuah kiswah memerlukan 670 kg bahan sutera
serta 50 kg emas dan perak yang dipakai untuk
menghiasinya. Selain itu, dalam sejarahnya, kiswah ternyata
tak selalu berwarna hitam. Kelambu Ka’bah itu bahkan
pernah berwarna putih, kuning, hijau bahkan merah
berlajur-lajur. Bagaimana kiswah dibuat?
Ketika musim haji tiba, jutaan manusia dari segala
penjuru bumi berkumpul di Masjidil Haram dan sekitarnya,
satu tempat yang disyariatkan sebagai satu-satunya tempat
pelaksanaan haji. Usai melaksanakan thawaf, sa’i, melempar
jumrah dan hingga wukuf di padang Arafah pada tarikh 10
Dzulhijjah, para jama’ah haji mulai bersiap untuk kembali ke
negerinya masing-masing.
Sebagian lagi, memanfaatkan waktu untuk
berpelesiran atau berziarah ke tempat-tempat bersejarah
hingga mengumpulkan benda-benda khas musim haji,
souvenir dan cinderamata yang akan mereka bawa pulang
sebagai buah tangan bagi kerabat dan sanak keluarga di
tanah air masing-masing. Selain air zam-zam, para jama’ah
haji biasanya berburu potongan kiswah (yang secara
kebahasaan berarti pakaian) yang harganya berkisar 100 riyal
bahkan hingga ribuan riyal, tergantung seberapa lebar
potongan kain kiswah yang mereka beli.
Bagi mereka yang pernah berhaji, mendengar
potongan kain penutup Ka’bah dijual tentu bukan suatu
perkara baru. Tapi bagi mereka yang awam, tentu akan
timbul pertanyaan: “Bagaimana bisa, kain penutup Ka’bah kok
dijual?”
Begini, yang dijual itu hanyalah potongan kiswah
yang sudah ‘pensiun’ menjadi pakaian bagi Ka’bah, bukan
kiswah yang masih dalam ‘masa dinas’. Pasalnya, setiap
tahun pakaian Ka’bah yang sekarang ini dibuat dengan biaya
sebesar 17 juta riyal itu harus diganti dengan kiswah yang
baru.
Dalam catatan “Ensiklopedi Islam”, tradisi
penggantian kiswah pada setiap tahunnya sudah dimulakan
sejak masa Khalifah Al-Mahdi yang masih termasuk dalam
trah Dinasti Abbasiyah. Ceritanya, ketika Khalifah al-Mahdi
naik haji, penjaga Ka’bah melapor kepadanya tentang perihal
kiswah yang pada saat itu sudah mulai rapuh dan
dikhawatirkan akan jatuh. Mendengar kenyataan yang
memprihatinkan itu, Al-Mahdi lalu memerintahkan agar setiap
tahun, kiswah bagi Ka ’bah diganti.
Nah, sejak itulah kiswah Ka’bah diganti pada setiap
tahunnya, bertepatan dengan musim haji. Para khalifah
Dinasti Abbasiyah yang menjadi pelanjut Al-Mahdi kemudian
membuatkan kiswah-kiswah mewah yang terbuat dari
sutera hitam untuk Ka’bah. Hingga pada masanya dinasti ini
melemah, tanggung jawab mengadakan kiswah diambil alih
raja-raja Yaman, kemudian raja- raja Mesir, dan kini tentu
saja menjadi tanggung jawab pemerintah Kerajaan Arab
Saudi.
Sejak tahun 1931, kelambu bagi Ka’bah itu
diproduksi di sebuah pabrik yang terletak di pinggir kota
Mekkah. Menurut beberapa kawan yang pernah melongok
pabrik itu, suasananya sepintas tak berbeda jauh dengan
suasana pabrik atau sentra pertenunan pada umumnya. Di
sudut-sudut ruang yang mirip hanggar pesawat terbang, di
sana ada tumpukan benang dan mesin-mesin tenun modern
pemroses kain.
Mesin-mesin modern itu dikawani oleh puluhan
alat tenun bukan mesin yang dioperasikan secara manual
dengan roda pintal yang diputar secara manual. Di area
sekitar 10 hektare itu, sekitar 240 orang pengrajin kiswah
dikaryakan. Banyaknya pekerja menandakan bahwa kiswah
merupakan karya massal. Di sanalah semuanya disiapkan,
mulai dari perencanaan, pembuatan gambar prototipe
kaligrafi, pencucian benang sutera, perajutan kain dasar,
pembuatan benang dari berkilo-kilo emas murni sampai
penyulaman dan penjahitan akhir.
Untuk sebuah kiswah minimal diperlukan sekitar
600 meter atau sekitar 670 kg kain sutera buatan sendiri
yang terdiri dari 47 potong kain yang ma- sing-masing
berukuran panjang 14 meter dan lebar 95 cm. Ukuran itu
sudah disesuaikan untuk hajat menutupi bidang kubus
Ka’bah pada keempat sisinya. Sedangkan untuk hajat
sulaman emas diperlukan sampai 120 kg emas (sebagian lagi
ada yang menyatakan hanya 50 kg emas saja). Keseluruhan
bidang kiswah dibordir oleh tangan-tangan trampil yang
bekerja secara tekun. Semuanya dibiayai oleh Jawatan Wakaf
Kerajaan Arab Saudi.
Tak hanya satu kiswah yang dihasilkan pabrik ini
pada setiap tahunnya. Pastinya, empat potong per tahun.
Rinciannya, seperangkat kelambu untuk makam Nabi
Muhammad SAW di Masjid Nabawi Madinah, seperangkat
kelambu al-burku (kiswah bagian dalam yang juga berbahan
sutera) dan dua perangkat kiswah hitam bagian luar. Satu
dipakai, satu lagi disimpan untuk cadangan.
Sejarah Kiswah
Konon, kiswah sudah dikerudungkan ke Ka’bah
sejak zaman Nabi Ismail as, putra Ibrahim as. Sulit untuk
menerka dan menggambarkan bagaimana bentuk dan
terbuat dari apa kiswah pada masa itu. Namun demikian, ada
satu cerita lama yang menyebutkan bahwa kiswah pertama
dibuat oleh pengrajin bernama Adnan bin Ad dengan bahan
baku kulit unta. Sedangkan kiswah kain tenun pertama kali
dibuat oleh Raja Yaman bernama Tubu’ As’ad.
Buku “Ensiklopedi Islam” menyebutkan bahwa
Raja Himyar As’ad Abu Bakr penguasa yang pertama kali
disebut-sebut memasangkan kiswah luar Ka’bah, atas dasar
tradisi Arab yang berkembang sejak zaman Ismail as.
Kebijakannya itu kemudian diikuti oleh para pelanjutnya
hingga sampai ke masa Qusay ibnu Kilab, salah seorang
leluhur Nabi Muhammad yang terkemuka. Sejak masa
Qusay inilah, pemasangan kiswah pada Ka’bah lalu menjadi
tanggung jawab masyarakat Arab dari suku Quraisy.
Sementara itu dalam buku “Sejarah Ka’bah” tulisan
Aboebakar Atjeh tertera riwayat yang menyebutkan bahwa
Nabi Muhammad SAW juga pernah memerintahkan
pembuatan kiswah dari kain Yaman. Sedangkan empat
khalifah pelanjut yang termasuk dalam khulafa al-rasyidin
membuat kiswah dari kain benang kapas. Tertulis juga
bahwa dalam sejarahnya, kiswah tak selamanya berwarna
hitam.
Dalam beberapa catatan, kiswah pertama yang
dibuat dari kain tenunan Yaman justru berwarna merah dan
berlajur-lajur. Sedangkan di masa Khalifah Ma’mun ar-
Rasyid, kiswah dibuat dengan warna dasar putih. Suatu
masa, kiswah berwarna hijau dibuat atas perintah Khalifah
An-Nasir dari Bani Abbasiyah (sekitar abad 16 masehi) dan
kiswah berwarna kuning dibuat atas perintah Muhammad
ibnu Sabaktakin. Dari catatan-catatan itu bisa dilihat bahwa
tanggung jawab pembuatan dan pengadaan kiswah
dipikulkan pada setiap khalifah yang sedang berkuasa atau
dikuasakan kepada penguasa tanah Hejaz pada setiap
masanya.
Biarpun demikian, ketika kekhilafahan Islam tak lagi
utuh seperti pada masa-masa awal kejayaannya, beberapa
raja di luar Hijaz tercatat pernah menghadiahkan kiswah
kepada pemerintah Hijaz. Bahkan dalam kurun waktu yang
sangat lama, perangkat kiswah pernah didatangkan dari
Mesir yang terbuat dari kain sutera hitam yang biayanya
diambil dari kas Kerajaan Mesir. Tradisi kiswah dari Mesir ini
dimulai oleh Sultan Sulaiman yang memerintah mesir pada
sekitar tahun 950-an hijriah hingga masa pemerintahan
Muhammad Ali Pasya sekitar akhir tahun 1920-an. Setiap
tahun, kiswah-kiswah yang dibuat di Mesir itu diantar ke
Mekkah melalui jalan darat melalui suatu tradisi yang dikenal
sebagai tradisi Mahmal.
Mahmal sendiri berarti tandu indah yang berfungsi
sebagai sarana pengangkut kiswah. Kiswah dan hadiah-
hadiah lain dalam mahmal datang bersamaan dengan
rombongan haji dari Mesir yang dikepalai oleh seorang
amirul hajj yang ditunjuk secara resmi oleh pemerintah
Kerajaan Mesir (waktu itu Mesir masih berbentuk kerajaan,
belum berbentuk republik seperti sekarang ini). Dari Mesir,
setelah upacara serah terima, mahmal yang dikawal tentara
Mesir berangkat ke Suez dengan kapal khusus hingga ke
pelabuhan Jeddah. Setibanya di Hijaz (nama kuno Arab
Saudi), mahmal diarak dengan upacara meriah hingga ke
Madinah.
Suatu ketika, pengiriman kiswah dari Mesir
terlambat hingga awal bulan Dzulhijjah, pastinya pada tahun
1345 H usai Perang Dunia I. Keterlambatan itu sendiri,
merupakan dampak dari suasana tak stabil akibat PD I.
Akibatnya, Raja Ibnu Saud (pendiri Kerajaan Arab Saudi) pun
mengambil keputusan untuk segera membuat kiswah sendiri
mengingat pada tarikh 10 Dzulhijjah kiswah lama mesti
diganti dengan kiswah yang baru. Usaha itu berhasil lewat
perusahaan tenun yang terdapat di Kampung Jiyad, Mekkah.
Usai PD I, Raja Farouq I dari Mesir kembali mengirimkan
kiswah. Namun kemudian dengan berbagai pertimbangan
pemerintah Kerajaan Arab Saudi memutuskan untuk
membuat pabrik kiswah sendiri pada tahun 1931. Begitulah
seterusnya, kiswah dibuat di Mekkah hingga sekarang.