Senin, 05 Juli 2010

Misteri ruang dan waktu

Sejarah ruang dan waktu tidak terlepas dari sejarah alam
semesta. Ruang dan waktu terbentuk bersamaan
dengan pembentukan alam semesta. Tidak ada ruang di
luar alam semesta. Dan tidak ada waktu sebelum ada
alam semesta. Namun, dalam kajian fisika definisi waktu
telah disederhanakan, tidak tepat lagi dengan
pemahamanan manusiawi. Kadang sulit difahami
dengan nalar awam.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengalaman manusiawi
terbagi dalam dua kelompok: Hal-hal yang objektif yang
dapat dikenali dengan pancaindera tersebar dalam ruang.
Sedangkan hal-hal subjektif (ide, pemikiran, kesadaran
diri, emosi, dan sejenisnya) tersebar dalam waktu. Tidak
dapat digambarkan dalam dunia nyata, tetapi
mengungkapkan waktu masa lalu, sekarang, dan akan
datang. Dalam fisika, waktu disederhanakan hanya apa
yang tampak pada arloji atau pengukur waktu lainnya
(misalnya, detak jantung, jumlah ayunan bandul, rotasi
bumi, atau getaran atom).
Artikel ringkas ini sekilas mengulas sejarah alam semesta
yang juga sejarah raung dan waktu. Dimulai dengan
bahasa universal untuk memahami bagaimana alam
bercerita tentang sejarah dirinya. Kemudian sekilas
mengenal posisi kita - manusia - di alam semesta yang
sebenarnya secara fisik tidak ada artinya dibandingkan
dengan keluasan alam raya. Upaya memahami sejarah
lahirnya alam semesta beserta evolusinya diulas dengan
hasil-hasil sains terbaru diungkapkan secara ringkas
mulai dari alam semesta secara keseluruhan sampai tata
surya dan bumi. Juga diulas evolusi alam semesta dalam
persepsi Al-Quran.
Walau tidak dibahas secara mendalam, ulasan tentang
evolusi alam dimaksudkan juga untuk meluruskan
antipati ummat terhadap sains karena kontroversi yang
bersumber dari analisis yang keliru. Evolusi (termasuk
evolusi makhluk hidup) adalah keniscayaan di alam yang
sering disalahartikan dan dirancukan banyak orang
hingga banyak ditentang kaum agamawan yang tidak
faham. Analisis sosiologis digunakan untuk membantah
teori sains, suatu hal yang tidak tepat.
Terakhir, untuk memaknai penjelajahan intelektualitas
berbasis sains tersebut, diulas sekilas makna ikhlas dari
pemahaman sejarah ruang dan waktu.
Bahasa Universal
Dalam astronomi, bahasa universal adalah cahaya atau
lebih umumnya gelombang elektromagnetik (EM),
termasuk sinar-X, sinar ultra violet, sinar infra merah,
dan gelombang radio. Semua benda langit bercerita
tentang dirinya dengan pancaran gelombang EM. Fisika
dan matematika menjadi juru bahasanya.
Objek yang sangat panas, seperti pada peristiwa
tumbukan materi yang sangat kuat akibat tarikan Lubang
Hitam (Black Hole), bercerita tentang dirinya dengan
pancaran sinar-X. Dengan fisika dapat ditafsirkan bahwa
objek itu sangat panas dan dapat dikaji apa yang
mungkin menyebabkannya. Objek-objek yang sangat
dingin, seperti "embrio" bintang (protostar), bercerita
banyak kepada astronom dengan pancaran sinar infra
merah dan gelombang radio. Galaksi-galaksi yang
sedang berlari menjauh memberikan pesan lewat
spektrum cahayanya yang bergeser ke arah merah (red
shift).
Sayangnya, sebagian besar materi di alam semesta tak
memancarkan gelombang EM tersebut. Itulah yang
dinamakan "dark matter" (materi gelap). 'Materi gelap' itu
mencakup objek raksasa yang runtuh ke dalam intinya
(misalnya Black Hole atau Lubang Hitam yang menyerap
semua cahaya), objek seperti bintang namun bermassa
kecil hingga tak mampu memantik reaksi nuklir di
dalamnya (yaitu objek katai coklat), atau partikel partikel
subelementer. Penemuan di penghujung abad 20 baru
lalu bahkan lebih mengagetkan (karena tidak terduga
sebelumnya) para pakar kosmologi sendiri: Ternyata
hanya 4% isi alam semesta yang kita kenali materinya
(materi barionik, terbuat dari proton dan netron).
Selebihnya 23% 'materi gelap' (non-barionik) dan 73%
berupa 'energi gelap' (dark energy, istilah baru dalam
kosmologi modern).
'Materi gelap' ini ibarat orang bisu. Kita tak dapat
mendengar kisah mereka tetapi kita yakin mereka ada
dihadapan kita. Kita hanya bisa menangkap isyarat
isyarat yang diberikannya. Isyarat isyarat tak langsung
itulah yang ditangkap oleh para astrofisikawan untuk
mendengar kisah "materi gelap". Isyarat-isyarat itu bisa
berupa pancaran sinar X dari bintang yang berpasangan
dengan Black Hole atau dari efek gravitasi pada objek di
dekatnya.
Sekedar contoh, inilah cara Black Hole bercerita bahwa
dirinya ada. Pancaran sinar-X yang kuat bisa bercerita
bahwa di sana ada obyek yang sangat panas. Dengan
telaah fisika kemudian diketahui bahwa panas itu terjadi
karena ada materi dari suatu bintang yang sedang
disedot oleh benda yang kecil bermassa sangat besar
yang menjadi pasangannya. Materi yang jatuh pada
bidang yang sempit di sekitar benda penyedot itulah
menimbulkan panas yang sangat tinggi yang akhirnya
memancarkan sinar-X. Dari isyarat-isyarat lainnya
disimpulkan bahwa penyebab perpindahan materi itu
adalah sebuah Black Hole yang sedang menyedot materi
dari bintang pasangannya, seperti teramati pada objek
Cygnus X-1.
Kini di awal abad 21, 'materi gelap' makin gelap lagi.
Observasi astronomi masih sulit mendeteksi
keberadaannya, karena mulai bergeser ke pengertian
yang lebih sempit sebagai materi non-barionik. Hanya
fisika partikel yang kini diharapkan menjadi 'juru
bahasanya' dari ungkapan-ungkapan abstrak matematis.
Dari tiga jenis partikel anggota 'materi gelap', baru
netrino yang sedikit dikenali. Selebihnya masih dianggap
materi hipotetik: axion dan neutralino.
Posisi Kita di Alam Semesta
Dengan bantuan teleskop dan detektor astronomi yang
makin peka merekam objek-objek redup, kini telah
diyakini bahwa bumi kita bukanlah pusat alam semesta
yang di kelilingi oleh lapisan lapisan langit. Bumi kita
hanyalah satu planet kecil di tata surya.
Tata surya terdiri dari matahari beserta benda-benda
langit lainnya yang mengitarinya. Saat ini diketahui
bahwa di sekitar matahari ada 9 planet, lebih dari 56
satelit yang mengitari planet induknya, puluhan ribu
asteroid (planet kecil), meteoroid (batuan antarplanet),
dan debu antarplanet (meteoroid mikro). Matahari adalah
anggota tata surya yang paling dominan dengan massa
99,85% dari keseluruhan massa total tata surya.
Sedangkan massa total 9 planet (Merkurius, Venus,
Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan
Pluto) hanya 0,14%.
Empat planet pertama disebut planet kebumian karena
komposisinya mirip bumi, terutama terdiri dari batuan
silikat dan logam. Empat planet berikutnya adalah planet
raksasa dengan komposisi utamanya adalah unsur-
unsur ringan (Hidrogen, Helium, Argon, Karbon,
Oksigen, dan Nitrogen) berbentuk gas atau cair.
Sedangkan Pluto merupakan planet terkecil yang terdiri
dari batuan dan es.
Di antara Mars dan Jupiter terdapat puluhan ribu asteroid
atau planet kecil. Tetapi massa totalnya hanya sekitar 1%
dari Merkurius, planet kebumian yang terkecil. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hampir semua batuan
meteorit yang jatuh ke bumi berasal dari pecahan
asteroid tersebut.
Bumi berjarak 150 juta km dari matahari. Ini disebut 1
Satuan Astronomi (SA). Sedangkan planet terluar, Pluto,
berjarak 39.5 SA. Jarak terjauh yang masih dipengaruhi
gaya gravitasi matahari adalah sekitar 20 trilyun km atau
120.000 kali jarak bumi-matahari. Di luar orbit planet
Pluto tersebut terdapat "gudang" komet yang jumlahnya
trilyunan bakal komet. Gudang komet terdekat disebut
Sabuk Kuiper pada jarak sekitar 50 SA dan yang terjauh
dikenal sebagai Awan Komet Oort pada jarak sekitar
50.000 SA.
Gudang komet ini diduga sebagai sisa-sisa materi
pembentuk tata surya. Gangguan terhadap gudang
komet itu akan menyebabkan sebagian inti komet keluar
dari gudangnya dan tertarik oleh gravitasi matahari.
Akibatnya komet itu akan mengitari matahari. Komet
yang terdiri dari gas beku, es, dan debu bila mendekati
matahari akan menguap dan melepaskan debu-debunya
di sepanjang lintasannya. Itu yang sering kita sebut
sebagai bintang berekor.
Di luar tata surya kita berada di ruang antarbintang.
Matahari sendiri hanyalah bintang kuning berukuran
sedang. Ribuan bintang bisa kita lihat di langit dengan
mata biasa dan jutaan lagi yang bisa kita lihat dengan
teleskop. Di antaranya ada bintang bintang raksasa yang
besarnya ratusan kali besar matahari. Semuanya
merupakan anggota dari ratusan milyar bintang yang
menghuni galaksi kita, Bima Sakti.
Galaksi kita digolongkan sebagai galaksi spiral, berbentuk
seperti huruf S dengan lengan tunggal atau majemuk.
Diameternya sekitar 100.000 tahun cahaya, artinya dari
ujung ke ujung akan ditempuh oleh cahaya yang
berkecepatan 300.000 km/detik dalam waktu sekitar
100.000 tahun. Tata surya kita berjarak sekitar
25.000-30.000 tahun cahaya dari pusatnya dan
mengorbit mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan
sekitar 200 300 km/detik sekali dalam 200 juta tahun.
Mungkin sekali di antara ratusan milyar bintang anggota
Bima Sakti ada bintang yang mempunyai tata planet.
Namun karena jaraknya yang amat jauh, sulit untuk
menemukan tata planet tersebut. Dengan teropong
besar pun bintang bintang itu hanya tampak sebagai titik
titik cahaya. Namun akhir-akhir ini telah dijumpai bintang
bintang yang dikelilingi oleh piringan debu yang diduga
mempunyai tata planet atau setidaknya dalam evolusi
membentuk tata planet. Dengan teleskop optik yang
dilengkapi alat khusus, piringan materi di sekitar bintang
Beta Pictoris dapat diamati. Piringan materi itu di duga
dalam masa awal pembentukan tata planet, seperti
keadaan tata surya kita sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu
atau merupakan awan komet seperti yang ada di tepi
tata surya kita.
Kalau kita menembus kedalaman langit lebih jauh lagi,
kita akan jumpai jutaan, mungkin milyaran, galaksi
galaksi lain. Galaksi galaksi itu bagaikan pulau pulau yang
saling berjauhan yang berpenghuni milyaran bintang
pula. Beberapa galaksi membentuk gugusan galaksi.
Kemudian gugusan gugusan itu dan galaksi galaksi
mandiri lainnya mengelompok dalam gugusan besar
yang disebut super cluster.
Bima Sakti merupakan anggota dari gugusan galaksi
yang disebut Local Group yang beranggota sekitar dua
puluh galaksi dan berdiameter sekitar 3 juta tahun
cahaya. Di luar Local Group yang terpisah sejauh
puluhan atau ratusan juta tahun cahaya dijumpai pula
banyak super cluster yang terdiri ratusan atau ribuan
galaksi.
Evolusi Alam Semesta
Naluri manusia selalu ingin mengetahui asal usul
sesuatu, termasuk asal-usul alam semesta. Berbagai
hasil pengamatan dianalisis dengan dukungan teori-teori
fisika untuk mengungkapkan asal-usul alam semesta.
Teori yang kini diyakini bukti-buktinya menyatakan
bahwa alam semesta ini bermula dari ledakan besar (Big
Bang) sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu. Semua materi
dan energi yang kini ada di alam terkumpul dalam satu
titik tak berdimensi yang berkerapatan tak berhingga.
Tetapi ini jangan dibayangkan seolah olah titik itu berada
di suatu tempat di alam yang kita kenal sekarang ini.
Yang benar, baik materi, energi, maupun ruang yang
ditempatinya seluruhnya bervolume amat kecil, hanya
satu titik tak berdimensi.
Tidak ada suatu titik pun di alam semesta yang dapat
dianggap sebagai pusat ledakan. Dengan kata lain
ledakan besar alam semesta tidak seperti ledakan bom
yang meledak dari satu titik ke segenap penjuru. Hal ini
karena pada hakekatnya seluruh alam turut serta dalam
ledakan itu. Lebih tepatnya, seluruh alam semesta
mengembang tiba tiba secara serentak. Ketika itulah
mulainya terbentuk materi, ruang, dan waktu.
Materi alam semesta yang pertama terbentuk adalah
hidrogen yang menjadi bahan dasar bintang dan galaksi
generasi pertama. Dari reaksi fusi nuklir di dalam bintang
terbentuklah unsur-unsur berat seperti karbon, oksigen,
nitrogen, dan besi. Kandungan unsur-unsur berat dalam
komposisi materi bintang merupakan salah satu "akte"
lahir bintang. Bintang-bintang yang mengandung
banyak unsur berat berarti bintang itu "generasi muda"
yang memanfaatkan materi-materi sisa ledakan bintang-
bintang tua. Materi pembentuk bumi pun diyakini berasal
dari debu dan gas antar bintang yang berasal dari
ledakan bintang di masa lalu. Jadi, seisi alam ini memang
berasal dari satu kesatuan.
Bukti-bukti pengamatan menunjukkan bahwa alam
semesta mengembang. Spektrum galaksi galaksi yang
jauh sebagian besar menunjukkan bergeser ke arah
merah yang dikenal sebagai red shift (panjang
gelombangnya bertambah karena alam mengembang).
Ini merupakan petunjuk bahwa galaksi galaksi itu saling
menjauh. Sebenarnya yang terjadi adalah
pengembangan ruang. Galaksi galaksi itu (dalam ukuran
alam semesta hanya dianggap seperti partikel partikel)
dapat dikatakan menempati kedudukan yang tetap dalam
ruang, dan ruang itu sendiri yang sedang berekspansi.
Kita tidak mengenal adanya ruang di luar alam ini. Oleh
karenanya kita tidak bisa menanyakan ada apa di luar
semesta ini.
Secara sederhana, keadaan awal alam semesta dan
pengembangannya itu dapat diilustrasikan dengan
pembuatan roti. Materi pembentuk roti itu semula
terkumpul dalam gumpalan kecil. Kemudian mulai
mengembang. Dengan kata lain "ruang" roti sedang
mengembang. Butir butir partikel di dalam roti itu
(analog dengan galaksi di alam semesta) saling menjauh
sejalan dengan pengembangan roti itu (analog dengan
alam).
Dalam ilustrasi tersebut, kita berada di salah satu partikel
di dalam roti itu. Di luar roti, kita tidak mengenal adanya
ruang lain, karena pengetahuan kita, yang berada di
dalam roti itu, terbatas hanya pada ruang roti itu sendiri.
Demikian pulalah, kita tidak mengenal alam fisik lain di
luar dimensi "ruang waktu" yang kita kenal.
Bukti lain adanya pengembangan alam semesta di
peroleh dari pengamatan radio astronomi. Radiasi yang
terpancar pada saat awal pembentukan itu masih berupa
cahaya. Namun karena alam semesta terus
mengembang, panjang gelombang radiasi itu pun
makin panjang, menjadi gelombang radio. Kini radiasi
awal itu dikenal sebagai radiasi latar belakang kosmik
(cosmic background radiation) yang dapat dideteksi
dengan teleskop radio.
Model Alam Semesta
Dengan hanya mengandalkan pengamatan, kita tidak
mungkin menggambarkan bagaimana wujud alam
semesta ini. Maka diperlukanlah suatu model matematis
yang dapat menjelaskan "bentuk" alam semesta ini
termasuk evolusinya. Dengan menggunakan solusi
kosmologis persamaan Einstein dan Prinsip Kosmologis
yang menganggap bahwa alam semesta homogen di
mana pun dan isotropik di setiap titik di alam, didapatkan
dua model alam semesta: "terbuka" (atau tak berhingga)
dan "tertutup" (atau berhingga tak berbatas). Prinsip
Kosmologis yang diasumsikan tersebut didasarkan hasil
pengamatan bahwa alam semesta tampaknya homogen
dan isotropik , yaitu galaksi galaksi tampak tersebar
seragam ke segala arah.
Untuk menentukan model mana yang benar diperlukan
informasi tentang massa total alam semesta ini.
Seandainya seluruh materi di alam ini tidak cukup
banyak untuk mengerem pengembangan maka alam
semesta akan terus mengembang dan berarti alam
semesta ini "terbuka" atau tak berhingga. Tetapi jika
massanya cukup besar, maka pengembangan alam
semesta akan direm, akhirnya berhenti dan mulai
mengerut lagi. Kalau ini yang terbukti berarti alam
semesta "tertutup" atau bersifat "berhingga tak
berbatas".
Sifat alam semesta "berhingga tak berbatas" itu dapat
diilustrasikan dalam dua dimensi pada bola bumi
(sesungguhnya alam berdimensi empat, tiga dimensi
ruang dan satu dimensi waktu). Bola itu berhingga
ukurannya namun tak berbatas, tak bertepi. Garis garis
lintang analog dengan "ruang" alam semesta ini dan
garis garis bujur analog dengan "waktu". Perjalanan
"ruang waktu" alam ini bermula dari kutub utara menuju
kutub selatan. Kita menelusuri garis bujur. Dengan
bertambah jauh kita menelusurinya (atau bertambah
"waktu" nya) kita akan jumpai lingkaran lingkaran lintang
yang bertambah besar (atau "ruang" alam semesta
mengembang). Setelah mencapai maksimum di
khatulistiwa, kemudian lingkaran lintang pun mulai
mengecil lagi. Seperti itu pula alam semesta mulai
mengerut. Bila kita berjalan sepanjang garis lintang, kita
akan kembali ke titik semula. Sama halnya dengan sifat
"ruang" alam semesta yang tak berbatas itu. Cahaya
yang kita pancarkan ke arah mana pun, pada prinsipnya,
akan kembali lagi dari arah belakang kita. Bila model ini
benar, pada prinsipnya, kita akan bisa melihat galaksi
Bima Sakti (galaksi kita) berada di antara galaksi galaksi
yang jauh (galaksi luar).
Sampai tahun 1990-an belum dapat diputuskan model
mana yang benar karena belum adanya bukti observasi
yang betul betul meyakinkan. Pengamatan Deuterium
yang dilakukan satelit Copernicus pada tahun 1973
menghasilkan jumlah Deuterium 0.00002 kali jumlah
Hidrogen. Sebenarnya ini merupakan alasan terkuat
yang mendukung model alam "tak berhingga", artinya
alam semesta akan terus mengembang. Namun analisis
nasib akhir alam semesta kini berbalik. Walaupun bukti-
bukti lain kini makin meyakinkan bahwa alam semesta
memenuhi model geometri datar-terbuka.
Penemuan-penemuan terbaru akhir Abad 20
mengungkapkan bahwa materi alam semesta tidak
menentukan nasib akhir alam semesta apakah akan
mengembang terus atau akan kembali mengerut.
Penemuan 'energi gelap' telah mengubah cara berpikir
para pakar kosmologi. Pada satu sisi, materi mengerem
pengembangan alam semesta, namun pada sisi lain
'energi gelap' justru mempercepat pengembangannya.
Hanya saja, keberadaan 'energi gelap' tetap membuka
peluang pengembangan terus menerus atau kembali
mengerut, walau pun alam semesta diyakini
mempunyai sifat datar-terbuka (artinya objek yang
teramati sesuai dengan ukuran sebenarnya).
Evolusi Bintang
Bintang-bintang lahir dari awan molekul. Teori saat ini
menyatakan kelahiran bintang dimulai dari
penggumpalan awan molekul. Partikel-partikel awan
molekul itu akibat gaya gravitasinya runtuh ke intinya
membentuk inti yang akan menjadi bintang. Akibat
rotasi gumpalan awan molekul itu sebagian materi tidak
jatuh ke intinya, tetapi ke sekitar inti membentuk
piringan. Inti bintang itu mulai memanas tetapi masih
diselimuti debu dan gas yang tebal dan amat dingin, di
bawah minus 200 derajat C. Ibarat bakal kupu-kupu
dalam kepompong, inti bintang itu tak terlihat dari luar.
Yang teramati hanya selimut debunya. Itu pun hanya
pancaran infra merah dan radio yang bisa terdeteksi.
Inti bintang yang makin panas akan memantik reaksi fusi
nuklir. Aktivitas bintang yang memancarkan radiasi dan
partikel angin bintang dimulai. Embusan angin bintang
lambat laun akan menyingkirkan selimut debu dan gas di
sekitar bintang itu. Mulanya semburan dari arah kedua
kutub bintang itu lalu pancaran angin bintang lambat
laun akan menyingkirkan debu dan gas yang
menyelimutinya. Yang tersisa adalah piringan debu dan
gas di piringan sekitar ekuatornya. Piringan debu dan
gas di sekitar bintang itu diyakini sebagai cikal bakal
planet. Dengan tersibaknya selimut debu, inti bintang
mulai tampak secara visual, walau masih amat redup
dan hanya bisa teramati dengan teleskop besar. Kini
diketahui banyak bintang yang masih mempunyai
piringan debu dan gas yang umurnya masih beberapa
juta tahun. Matahari kita tergolong bintang "remaja"
yang baru berumur 4,5 milyar tahun.
Reaksi fusi nuklir menjadi sumber energi bintang --
termasuk matahari -- hingga bersinar. Angin bintang
dan tekanan radiasi akhirnya juga akan menyingkirkan
debu-debu di piringan. Kalau di piringan itu terbentuk
planet-planet, yang tersisa adalah planet-planet dan
sedikit materi debu-debu antarplanet.
Hasil reaksi fusi nuklir di inti bintang adalah unsur-unsur
yang lebih berat. Bila bahan bakar nuklir di intinya habis,
akhirnya bintang pun akan mati. Akhir kehidupannya
tergantung massa dan keadaan fisik bintang. Ada
bintang mengakhiri hidupnya dengan mengembang lalu
akhirnya melepaskan materi-materinya ke angkasa dan
akhirnya menjadi bintang kerdil putih. Matahari tergolong
bintang yang akan mengakhiri hidupnya dengan cara itu.
Ada pula yang meledak yang disebut supernova. Nah,
materi-materi yang terlepas ke angkasa itu nantinya akan
menjadi bahan dasar pembentukan bintang baru
berikurnya.
Evolusi Tata Surya
Dari berbagai telaah radioisotop diperoleh bahwa batuan
tertua di bumi berumur sekitar 4,1 milyar tahun, batuan
di bulan tertua 4,4 milyar tahun, dan meteorit tertua
berumur 4,6 milyar tahun. Umur batuan ini
menunjukkan pula bahwa tata surya terbentuk sekitar
4,5 milyar tahun yang lalu. Dari hasil pengamatan tata
surya dan bintang-bintang sejenis matahari maka
dibangunkah teori-teori tentang asal-usul tata surya.
Banyak teori dibuat dan direvisi berdasarkan temuan-
temuan terbaru. Menurut teori yang saat ini dianggap
paling sesuai dengan banyak bukti pengamatan dan
telaah teoritiknya, tata surya terbentuk seperti umumnya
bintang-bintang bermassa kecil lainnya.
Survai IRAS (Satelit Astronomi Inframerah) dan
pengamatan teleskop radio menunjukkan banyak
bintang bermassa kecil (hampir mirip matahari) masih
dalam proses pembentukan. Bagian intinya membentuk
embrio bintang yang dikelilingi piringan debu dan gas.
Hasil pengamatan itu didukung model teoritik
berdasarkan perhitungan fisika. Menurut telaah teoritik,
pembentukan bintang bermula dari kontraksi
(pemadatan) debu dan gas secara lambat akibat gaya
gravitasinya sendiri yang membentuk core (gumpalan)
di dalam awan molekul raksasa.
Setelah bagian intinya cukup padat, terjadilah collapse
(pemadatan tiba-tiba) dan materi mulai jatuh (infall) ke
arah pusatnya. Akibat perputaran core itu, gas dan debu
yang runtuh mulai dari bagian dalam, bukan hanya
embrio bintang yang terbentuk tetapi juga piringan (disk)
di sekitarnya. Embrio bintang dan piringan masih
diselubungi oleh debu yang amat tebal sehingga tidak
terlihat dari luar. Hanya pancaran sinar inframerah yang
dapat diamati.
Dalam proses selanjutnya, embrio bintang berkembang
menjadi bintang muda yang di dalam intinya mulai
terjadi reaksi nuklir. Bintang muda itu kemudian
memancarkan partikel-partikel halusnya yang disebut
angin bintang. Ini dimulai dari arah kutubnya selanjutnya
ke arah ekuatornya. Dengan itu pula infall berhenti dan
selubung debunya mulai tersibak. Yang tersisa adalah
piringan gas dan debu di sekitar bintang muda tersebut.
Sisa piringan gas dan debu itu disebut nebula proto-
planet, karena di piringan itulah kemudian terbentuk
planet-planet.
Bintang (matahari) dan piringan debunya selanjutnya
memasuki masa pembentukan planet-planetnya. Salah
satu teori menyebutkan bahwa nebula proto-planet
mula-mula berdiameter sekitar 20 SA ketika infall
berhenti, belum seluas tata surya kita sekarang.
Kemudian nebula proto-planet melebar sehingga
diameternya menjadi sekitar 40 SA yang disertai dengan
proses pendinginan. Proses pendinginan nebula proto-
planet menyebabkan terjadinya penggumpalan gas dan
debu. Senyawa yang mula-mula berkondensasi adalah
besi dan silikat. Di bagian luar tata nebula proto-planet
yang temperaturnya lebih rendah, es air juga ikut
berkondensasi. Teori yang kini dianggap kuat
menyatakan bahwa planet-planet berasal dari
penggumpalan itu yang disebut planetesimal.
Bumi dan planet-planet kebumian lainnya (Merkurius,
Venus, dan Mars) hanya terbentuk dari materi padat
yang terkondensasi, terutama dari senyawa besi dan
silikat. Sedangkan Jupiter dan planet-planet raksasa
lainnya terbentuk dari planetesimal besar, antara lain
akibat turut terkondensasinya es air, sehingga mampu
menangkap gas, terutama Hidrogen dan Helium.
Planetesimal kecil yang tidak membentuk planet atau
pecah akibat tumbukan sesamanya tersisa sebagai
komet, asteroid, dan meteoroid.
Evolusi Bumi
Tata surya di awal evolusinya penuh dengan tumbukan.
Proto-bumi (bakal bumi) dan proto-planet (bakal planet)
lainnya juga mengalami tumbukan yang hebat. Salah
satu bukti adanya tumbukan besar itu adalah kemiringan
sumbu rotasi planet-planet terhadap bidang orbitnya.
Tumbukan hebat yang dialami proto-bumi bukan hanya
menyebabkan kemiringan sumbu rotasi bumi 23.5o,
tetapi juga terbentuknya bulan.
Menurut teori yang paling kuat bukti-buktinya, proto-
bumi pernah mengalami tumbukan hebat dengan proto-
planet lainnya yang massanya sekitar 1/9 massa bumi.
Tumbukan hebat ini menyebabkan terlontarnya batuan
sebesar massa bulan (0.01 massa bumi) ke angkasa dan
membentuk bulan. Salah satu bukti kuat teori ini adalah
tidak dijumpainya inti besi di bulan karena yang terlontar
hanya bagian kulit bumi. Akibat tumbukan itu juga
atmosfer bumi lenyap. Atmosfer yang ada kini sebagian
dihasilkan oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian
lainnya berasal dari pecahan komet atau asteroid yang
menumbuk bumi.
Komet yang komposisi terbesarnya adalah es air (20%
massanya) diduga kuat merupakan sumber air bagi
bumi, karena rasio Deutorium/Hidrogen (D/H) di komet
hampir sama dengan rasio D/H pada air di bumi, yaitu
sekitar 0.0002. Sekedar gambaran, berikut ini diberikan
perhitungan kasar jumlah komet yang mungkin telah
menumbuk bumi dan menyumbangkan airnya. Sebuah
komet yang berdiameter 10 km mempunyai massa total
sekitar 500 milyar ton, berarti mengandung air sekitar
seratus milyar ton. Sedangkan massa total lautan saat ini
sekitar 1,3 juta trilyun ton, kira-kira setara dengan 10 juta
komet berdiameter 10 km. Ini menunjukkan pernah
terjadi tumbukan komet yang luar biasa hebatnya
dengan bumi dalam jangka waktu yang panjang.
Evolusi Alam dalam Perspektif AlQuran
Setelah menjelajah bukti-bukti observasi dan teori ilmiah
tentang evolusi alam semesta, menarik juga untuk
meninjau aspek religius untuk diperbandingkan dengan
aspek ilmiah itu. Walaupun hal ini masih bersifat
interpretasi yang masih dapat diperdebatkan.
Menurut Al-Qur'an, alam (langit dan bumi) diciptakan
Allah dalam enam masa (Q.S. 41:9-12), dua masa untuk
menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran
debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan
dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk
memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi
penghuninya. Ukuran lamanya masa ("hari", ayyam)
tidak dirinci di dalam Al-Qur'an.
Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu.
Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta
dengan dipandu isyarat di dalam Al-Qur-an (Q.S. 41:9-12
dan Q.S. 79:27-32) dapat ditafsirkan bahwa enam masa
itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam
sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak
merupakan fokus perhatian.
Masa pertama dimulai dengan ledakan besar (big bang)
(Q.S. 21:30, langit dan bumi asalnya bersatu) sekitar 10 -
20 milyar tahun lalu. Inilah awal terciptanya materi,
energi, dan waktu. "Ledakan" itu pada hakikatnya adalah
pengembangan ruang yang dalam Al-Quran disebut
bahwa Allah berkuasa meluaskan langit (Q.S. 51:47).
Materi yang mula-mula terbentuk adalah hidrogen yang
menjadi bahan dasar bintang-bintang generasi pertama.
Hasil fusi nuklir antara inti-inti Hidrogen menghasilkan
unsur-unsur yang lebih berat, seperti karbon, oksigen,
sampai besi.
Masa yang ke dua adalah pembentukan bintang-bintang
yang terus berlangsung. Dalam bahasa Al-Quran disebut
penyempurnaan langit. Dukhan (debu-debu dan gas
antarbintang, Q. S. 41:11) pada proses pembentukan
bintang akan menggumpal memadat. Bila intinya telah
cukup panasnya untuk memantik reaksi fusi nuklir, maka
mulailah bintang bersinar. Bila bintang mati dengan
ledakan supernova unsur-unsur berat hasil fusi nuklir
akan dilepaskan. Selanjutnya unsur-unsur berat yang
terdapat sebagai materi antarbintang bersama dengan
hidrogen akan menjadi bahan pembentuk bintang-
bintang generasi berikutnya, termasuk planet-planetnya.
Di dalam Al-Qur'an penciptaan langit kadang disebut
sebelum penciptaan bumi dan kadang disebut
sesudahnya karena prosesnya memang berlanjut.
Inilah dua masa penciptaan langit. Dalam bahasa Al-
Qura'an, big bang dan pengembangan alam yang
menjadikan galaksi-galaksi tampak makin berjauhan
(makin "tinggi" menurut pengamat di bumi) serta proses
pembentukan bintang-bintang baru disebutkan sebagai
"Dia meninggikan bangunannya (langit) lalu
menyempurnakannya" (Q.S. 79:28)
Masa ke tiga dan ke empat dalam penciptaan alam
semesta adalah proses penciptaan tata surya termasuk
bumi. Proses pembentukan matahari sekitar 4,5 milyar
tahun lalu dan mulai dipancarkannya cahaya dan angin
matahari itulah masa ke tiga penciptaan alam semesta.
Proto-bumi ('bayi' bumi) yang telah terbentuk terus
berotasi yang menghasilkan fenomena siang dan malam
di bumi. Itulahlah yang diungkapkan dengan indah pada
ayat lanjutan pada Q.S. 79:29, "dan Dia menjadikan
malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang
benderang.
Masa pemadatan kulit bumi agar layak bagi hunian
makhluk hidup adalah masa ke empat. Bumi yang
terbentuk dari debu-debu antarbintang yang dingin
mulai menghangat dengan pemanasan sinar matahari
dan pemanasan dari dalam (endogenik) dari peluruhan
unsur-unsur radioaktif di bawah kulit bumi. Akibat
pemanasan endogenik itu materi di bawah kulit bumi
menjadi lebur, antara lain muncul sebagai lava dari
gunung api. Batuan basalt yang menjadi dasar lautan
dan granit yang menjadi batuan utama di daratan
merupakan hasil pembekuan materi leburan tersebut.
Pemadatan kulit bumi yang menjadi dasar lautan dan
daratan itulah yang nampaknya dimaksudkan
penghamparan bumi pada Q.S. 79:30, "Dan bumi
sesudah itu (sesudah penciptaan langit) dihamparkan
Nya."
Menurut analisis astronomis, pada masa awal umur tata
surya gumpalan-gumpalan sisa pembentukan tata surya
yang tidak menjadi planet masih sangat banyak
bertebaran. Salah satu gumpalan raksasa, 1/9 massa
bumi, menabrak bumi menyebabkan lontaran materi
yang kini menjadi bulan. Akibat tabrakan itu sumbu
rotasi bumi menjadi miring 23,5 derajat dan atmosfer
bumi lenyap. Atmosfer yang ada kini sebagian dihasilkan
oleh proses-proses di bumi sendiri, sebagian lainnya
berasal dari pecahan komet atau asteroid yang
menumbuk bumi. Komet yang komposisi terbesarnya
adalah es air (20% massanya) diduga kuat merupakan
sumber air bagi bumi karena rasio Deutorium/Hidrogen
(D/H) di komet hampir sama dengan rasio D/H pada air
di bumi, sekitar 0.0002. Hadirnya air dan atmosfer di
bumi sebagai prasyarat kehidupan merupakan masa ke
lima proses penciptaan alam.
Pemanasan matahari menimbulkan fenomena cuaca di
bumi: awan dan halilintar. Melimpahnya air laut dan
kondisi atmosfer purba yang kaya gas metan (CH4) dan
amonia (NH3) serta sama sekali tidak mengandung
oksigen bebas dengan bantuan energi listrik dari halilintar
diduga menjadi awal kelahiran senyawa organik.
Senyawa organik yang mengikuti aliran air akhirnya
tertumpuk di laut. Kehidupan diperkirakan bermula dari
laut yang hangat sekitar 3,5 milyar tahun lalu
berdasarkan fosil tertua yang pernah ditemukan. Di
dalam Al-Qur'an Q.S. 21:30 memang disebutkan semua
makhluk hidup berasal dari air.
Lahirnya kehidupan di bumi yang dimulai dari makhluk
bersel tunggal dan tumbuh-tumbuhan merupakan masa
ke enam dalam proses penciptaan alam. Hadirnya
tumbuhan dan proses fotosintesis sekitar 2 milyar tahun
lalu menyebabkan atmosfer mulai terisi dengan oksigen
bebas. Pada masa ke enam itu pula proses geologis
yang menyebabkan pergeseran lempeng tektonik dan
lahirnya rantai pegunungan di bumi terus berlanjut.
Tersedianya air, oksigen, tumbuhan, dan kelak hewan-
hewan pada dua masa terakhir itulah yang agaknya
dimaksudkan Allah memberkahi bumi dan menyediakan
makanan bagi penghuninya (Q.S. 41:10). Di dalam Q.S.
79:31-33 hal ini diungkapkan sebagai penutup kronologis
enam masa penciptaan, "Ia memancarkan dari padanya
mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh
tumbuhannya. Dan gunung gunung dipancangkan Nya
dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan
untuk binatang binatang ternakmu".
Bagaimana akhir alam semesta? Kosmologi (cabang ilmu
yang mempelajari struktur dan evolusi alam semesta)
masih menyatakan sebagai pertanyaan yang terbuka,
belum ada jawabnya, mungkin terus berkembang atau
mungkin pula kembali mengerut. Namun Al-Quran
mengisyaratkan adanya pengerutan alam semesta,
seperti terungkap pada QS 21:104. "Pada hari kami
gulung langit, seperti menggulung lembaran-lembaran
kertas (makin mengecil) seperti Kami telah menjadikan
pada awalnya, begitulah kami mengulanginya."
Ikhlas Bersama Ruang dan Waktu
Teori relativitas telah menyatukan ruang dan waktu
dalam dunia empat dimensi, dunia ruangwaktu (ditulis
bersambung sebagai satu kata). Dan secara matematis
dirumuskan kuadrat selang ruangwaktu = kuadrat selang
waktu - kuadrat jarak ruang. Tanda minus berbeda
dengan anggapan awam untuk ruang dan waktu
(menggunakan "dan", ruang dan waktu sebagai hal yang
terpisah) yang terbiasa dengan rumus phytagoras:
kuadrat jarak = kuadrat selang sumbu x + kuadrat selang
sumbu y. Dalam dunia ruangwaktu, jarak bintang ke
mata kita adalah "nol". Karena, misalnya, jarak bintang
(jarak ruang) 4 tahun cahaya. Cahaya bintang tersebut
mencapai mata kita dalam waktu 4 tahun juga (selang
waktu). Jadi, selang/jarak ruangwaktu bintang tersebut
adalah 0.
Dalam dunia ruang dan waktu (mengikuti hukum
Newton, non-relativistik) senantiasa kita berjalan ke
masadepan secara perlahan dengan kecepatan satu hari
tiap harinya. Tetapi kita juga bisa berjalan ke masa depan
dengan lebih cepat lagi ke tempat yang sangat jauh,
misalkan dengan pesawat antariksa berkecepatan
mendekati cahaya. Inilah perjalanan relativistik, mengikuti
hukum relativitas. Dalam perjalanan relativistik, waktu
berjalan relatif lebih lambat daripada waktu dalam
keadaan berdiam tidak ikut dalam perjalanan. Hal ini
sudah terbukti pada partikel berenergi tinggi. Waktu
luruh (berubah menjadi partikel lainnya) partikel Muon
sebenarnya dalam keadaan diam hanya sepersejuta
detik. Namun dalam perjalanan dengan kecepatan
mendekati kecepatan cahaya, waktu luruhnya teramati
oleh detektor yang diam bisa mencapai 50 kali lipat.
Apa makna batiniah dari semua fakta fisik ini? Kita tidak
bisa mundur ke masa lalu. Kita senantiasa maju menuju
masa depan. Semakin cepat kita maju, semakin jauh
jarak tempuh kita menuju masa depan. Kita tetap
merasa muda pada saat orang malas merasa tua. Kita
senantiasa berubah, berevolusi dengan kerangka waktu
yang jauh lebih pendek dari evolusi alam. Tentunya,
evolusi yang kita harapkan adalah evolusi menuju
perbaikan kualitas dan kuantitas. Kualitas iman yang
makin mantap, kualitas pribadi yang makin mapan,
kualitas hidup yang makin sejahtera, dan kualitas
keluarga yang makin bahagia. Kuantitas ilmu yang makin
bertambah, kuantitas amal yang makin meningkat,
kuantitas rizki yang makin bermanfaat, dan kuantitas
pengikut yang mendoakannya. Ruang amal kita
semestinya berekspansi, meluas, dan makin variatif.
Persahabatan dan jaringan kerja selayaknya terus
bertambah. Ruang gerak kreatif-inovatif seharusnya
makin terbuka.
Lalu apakah fisik jasmaniah dan batiniah kita dibiarkan
berevolusi mengikuti alur perkembangan ruang dan
waktu kita tanpa tuntunan? Semestinya tidak dibiarkan
lepas tanpa kendali. Penyesatan dan pencemaran qalbu
bisa mengubah sebagalanya keluar dari jalan yang
diridhai-Nya. Taqarrub, pendekatan diri kepada-Nya
adalah penuntunnya. Kebersihan jiwa yang ikhlas
semestinya yang melandasi perjalanan ruang dan waktu
kita. Ikhlas bermakna bersih dari segala pamrih selain
dari mengharap ridha-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar