Sabtu, 24 Juli 2010

Makna lagu "cah angon"

bagi yang berdarah keturunan jawa atau setidaknya pernah tinggal di
daerah jawa pastinya sering denger lagu ilir ilir tapi apakah kalian mengerti
apa arti dari tembang / lagu tersebut bagi yang belum pernah dengar saya
tuliskan liriknya silahkan tanya kepada orang di sebelah anda untuk
nadanya siapa tahu dia bisa nyanyiinnya
ilir-ilir
Lir-ilir, Lir-ilir,
Tandure wus sumilir,
Tak ijo royo-royo,
Tak sengguh tenganten anyar.
Cah angon – cah angon,
Penekno blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu ya penekno,
Kanggo mbasuh dodotiro.
Dodotiro – dodotiro,
Kumitir bedah ing pinggir,
Dondomana jlumatana,
Kanggo seba mengko sore.
Mumpung padang rembulane,
Mumpung jembar kalangane,
Yo suraka, surak hiyo..
Ada makna yang sangat dalam yang terkandung dalam tembang
sederhana ini. Sekalipun demikian tidak ada yang tahu pasti siapa yang
menciptakan tembang ini. Mungkin karena tembang ini sudah ada sejak
ratusan tahun lalu. Ada yang mengatakan penciptanya adalah salah
seorang dari Wali Sanga atau Songo atau Sembilan Wali yang terkenal
sebagai para penyebar Islam di tanah Jawa. Dari kesembilan waliyullah itu
ada dua orang yang disebut-sebut sebagai penciptanya yaitu Sunan Ampel
dan Sunan Kalijaga. Tetapi bila dilihat dari kedekatan Sunan Kalijaga dengan
budaya Jawa dan fakta bahwa beliaulah pencipta beberapa kesenian Jawa
yang digunakan sebagai alat syiar agama Islam. Maka bisa dianggap
bahwa Sunan Kalijagalah yang merupakan pencipta tembang ini.
Uraian “Lir-ilir Tandure Wis Sumilir”
Kata Lir-ilir berasal dari bahasa Jawa “Ngelilir” yang bahasa Indonesianya
ialah terjaga / bangun dari tidur. Maksudnya ialah, orang yang belum
masuk (agama Islam) dikatakan masih tidur / belum sadar.
Pada tembang di atas, kata “Lir-ilir, Lir-ilir” (diulang sebanyak dua kali),
maksudnya ialah “bangun-bangun”, bangun ke alam pemikiran yang
baru, yaitu Islam.
Sedangkan baris “tandure wis sumilir”, terdiri dari :
“tandure” berarti “benih” yang ditanam.
“wis sumilir” berarti sudah tumbuh.
Jadi, baris “tandure wis sumilir” sama dengan benih yang ditanam
sudah mulai tumbuh. Benih di sini berarti iman, yaitu iman Islam.
Pada dasarnya semua manusia yang terlahir di muka bumi ini telah
dianugerahi benih berupa iman oleh Allah swt. Disadari atau tidak
bergantung pada orang-orang yang bersangkutan. Jika orang yang
bersangkutan tersebut “sadar” akan adanya benih itu dalam dirinya dan
mau merawat dengan baik setiap harinya, maka benih itu akan tumbuh
subur, tentunya akan menghasilkan buah yang baik pula.
Perawatan benih iman itu dapat berupa :
-Membaca Al Quran atau bacaan-bacaan Islam lainnya.
-Menghadiri pengajian.
-Mendengarkan khutbah mimbar agama Islam
-Menjalin hubungan baik / silaturrahmi dengan sesama.
Masih banyak lagi pupuk-pupuk / makanan rohaniah lainnya, yang
tentunya dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.
Uraian “Tak Ijo Royo-Royo, Tak Sengguh Pengantin Anyar”
“Tak ijo royo-royo” – Dibuat tumbuh subur, daunnya hijau nan segar.
Maksud kalimat tersebut nampaknya menekankan “penampilan” tentang
pribadi muslim yang menyenangkan. Adanya benih iman yang selalu
dirawat yang menjadikan pribadi muslim sehat jasmani dan rohani. “Ijo-
royo-royo” merupakan lambang tanaman yang subur karena dirawat
dengan baik.
“Tak sengguh penganten anyar” – pengantin baru. Pengantin ialah
pasangan mempelai. Analogi ini disangkutkan dengan manusia atas
keyakinan imannya, yang baru bertemu menjadi pengantin. Pasangan /
pengantin baru ialah orang yang sangat berbahagia hidupnya. Begitu pula
dengan “tak sengguh penganten anyar,” orang yang telah bersanding
dengan keyakinan iman Islam.
Jadi, maksud dari “Tak ijo royo-royo, tak sengguh pengantin anyar” berarti
benih iman seseorang yang dirawat dengan baik akan menghasilkan
seorang muslim yang baik pula. Kebahagiaan seorang muslim di sini ibarat
pengantin baru.
Iman yang kokoh yang digambarkan dengan “tak ijo royo-royo” tadi,
haruslah selalu dijaga dan dirawat dengan baik. Tumbuhan bisa tidak “tak
ijo royo-royo” lagi bila terkena hama. Analogi ini bisa kita kaitkan dengan
iman seorang muslim.
Penjagaan iman supaya tetap kokoh haruslah mampu menghalau hama-
hamanya (contoh : tindakan kemungkaran). Berjudi, mencuri, zina, minum
minuman keras, dan sejenisnya merupakan hama iman yang harus
segera dibasmi.
Uraian “Cah Angon – Cah Angon, Penekno Blimbing Kuwi”
“Cah angon” berarti anak gembala. Kata-kata tersebut diulang bahkan dua
kali, yang berarti di sini terdapat penekanan, adanya perintah yang penting.
Perintahnya yaitu : “penekno blimbing kuwi” (panjatlah belimbing itu).
Perintah ini diberikan kepada bawahan / kedudukan yang lebih rendah dari
atasan / kedudukan yang lebih tinggi. Analogi ini sepintas berkesan “orang
tua yang memerintah anaknya.”
Mengapa yang harus diperintah ialah “cah angon?” Ada gembala, pasti ada
yang digembalakannya. Arti cah angon (bukan hanya anak semata) ialah
manusia. Manusia yang sebagai gembala menggembalakan nafsu-
nafsunya sendiri. Nafsu-nafsu yang dimiliki setiap orang ini, kalau tidak
digembalakan, bisa merusak dan tentunya banyak melanggar perintah /
aturan agama. Pribadi manusia haruslah bisa berperan sebagai gembala
yang baik. Intinya, “cah angon” merupakan sebutan yang diperuntukkan
untuk seorang muslim yang menjadi gembala atas nafsu-nafsunya
sendiri.
“Penekno blimbing kuwi.” Ini bukan berarti harus memanjat buah
belimbingnya, namun “panjatlah pohon belimbing itu.” Perintah yang
harus dipanjat ialah pohon belimbingnya (untuk meraih buahnya). Timbul
pertanyaan, mengapa harus belimbing yang dijadikan contoh di sini, kok
tidak durian atau strawberi?
Anda tahu bahwa belimbing mempunyai 5 sisi. Nah gambaran ini
sebenarnya merujuk kepada rukun Islam yang lima, yaitu :
-(dua kalimat) Syahadat
-Shalat
-Zakat
-Puasa
-Haji
Uraian “Lunyu – Lunyu yo Penekno kanggo Mbasuh Dodotiro”
Bahasa Indonesia dari “Lunyu-lunyu yo penekno” ialah “Meskipun licin,
tetap panjatlah” (baris ini berhubungan dengan baris sebelumnya “Cah
angon-cah angon, peneken blimbing kuwi”).
Licin merupakan sebuah penghambat bagi si pemanjat. Haruslah
memanjat dengan sungguh-sungguh dan hati-hati. Jika tidak, maka akan
tergelincir jatuh.
Sama halnya dengan perintah agama. Jika tidak dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin bila tergelincir ke neraka. Analogi
secara kasat mata, jalan turun memang lebih mudah daripada jalan naik,
jalan menuju neraka lebih mudah daripada jalan menuju ke surga.
Bukankan minum minuman keras, judi, berzina, berdusta, memfitnah
lebih mudah daripada mencegah kemungkaran, mengerjakan sholat dan
berpuasa? Namun, bagi “cah angon” yang taat, perintah Allah untuk
memanjat “blimbing” tadi bukanlah beban dan bukan sesuatu yang berat
baginya (untuk meraih buah yang lezat, yaitu surga).
“Kanggo mbasuh dodotiro” mempunyai maksud : berguna untuk
membersihkan atau mensucikan kepercayaan kita, hingga benar-benar
menjadi kepercayaan yang suci. Dodot ialah pakaian kebesaran di
lingkungan kraton. Dodot = pakaian. Analogi ini diibaratkan sebagai
“kepercayaan.” Pada zaman “WaliSongo” dulu, banyak orang yang
memeluk agama Hindu, Buddha, dan Animisme. Hal-hal seperti itu dicuci
dengan “iman Islam” oleh WaliSongo, hingga jadilah agama yang bersih
dan benar yaitu agama Islam. Salah satu pembersihnya yaitu rukun Islam
yang lima.
Uraian “Dodotiro – Dodotiro Kumitir Bedah ing Pinggir, Dondomana
Jlumatana, Kanggo Seba Mengko Sore”
Keterangan sebelumnya menerangkan bahwa “dodot” untuk
menggambarkan agama atau kepercayaan yang dianut. “Kumitir bedah
ing pinggir” artinya : banyak robekan-robekan di bagian tepi.
Berikutnya terdapat perintah “dondomana jlumatana” – dijahit/diperbaiki.
Pakaian yang rusak tadi hendaklah diperbaiki agar pantas dipakai lagi.
Demikian halnya dengan kepercayaan kita. Bila rusak (karena dosa-dosa
yang telah dilakukan), hendaknya diperbaiki dengan jalan memohon
ampun kepada Allah (taubat) dan melakukan rukun Islam sebaik-baiknya.
“Kanggo seba” mengandung arti : “datang, mengahadap Yang Maha
Kuasa, yaitu Allah.” Sedangkan “sore” mengandung maksud “akhir dari
perjalanan.” – Akhir dari perjalanan manusia.
Jadi, maksud dari “Kanggo seba mengko sore” yaitu : “untuk
menghadap Allah nanti bila perjalanan hidup sudah berakhir.” Hikmahnya
yaitu bagaima kita melaksanakan perintah dalam mengamalkan rukun
Islam dengan baik sebagai bekal untuk menghadap Allah kelak ketika hidup
sudah berakhir.
Uraian “Mumpung Padang Rembulane, Mumpung Jembar
Kalangane”
Terjemahan bahasa Indonesia-nya ialah : “selagi terang sinar bulannya,
selagi luas kalangannya.” [ terang bulan yang jelas saat malam hari.]
Tanpa cahaya bulan pada malam hari (tanpa penerang apapun) akan gelap
gulita, tidak dapat melihat apa-apa. Maksudnya, disaat “gelap” orang akan
sulit (bahkan tidak mampu) membedakan yang haq dan batil (mana yang
baik/benar dan mana yang buruk/salah/haram).
Namun, pada suasana gelap itu sesungguhnya terdapat “sinar
penerangan” dari cahaya bulan (Sinar Islam), sehingga bisa nampak jelas
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang
batil.
“Mumpung jembar kalangane” – Luas cakupan sinar bulan, mampu
menerangi daerah yang luas.
Jadi, maksud dari “Mumpung padang rembulane, mumpung jembar
kalangane” adalah mumpung masih ada kesempatan bertaubat untuk
meraih surga (menek blimbing) itu / untuk melaksanakan perintah agama,
yaitu rukun Islam yang lima tadi. Hal ini dikarenakan dengan adanya Sinar
Islam itu, kita bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Kesempatan yang baik dan luas itu jangan sampai disia-siakan begitu saja.
Semua itu merupakan ajakan untuk seluruh umat manusia agar
melaksanakan kelima rukun Islam dengan baik dan benar.
Uraian “Yo Surako, Surak Hiyo”
Baris di atas (mari bersorak-mari bersorak) ialah ajakan untuk bersorak.
Sorak merupakan ekspresi kebahagiaan dan kesenangan bagi yang
bersangkutan.
Mengapa harus berbahagia? Tak lain ialah karena ia sudah berhasil
melaksanakan perintah “Penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu ya penekna.”
Bahagia atau senang ini diperoleh sebagai hadiah dari pekerjaannya
“menanjat belimbing itu” (surga).
Inti dari baris tersebut ialah, mengajak “Si Cah Angon” (seorang muslim)
yang telah melaksanakan perintah “penekna blimbing kuwi” dengan baik,
untuk berbahagia karena akan memperoleh pahala yang berupa surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar