Sabtu, 10 Juli 2010

Suara dari Penjara

“Kalapasku, kaulah pahlawanku
Anggaplah aku sebagai anakmu
Bukan demi kuturuti perintahmu
Disini aku bersamamu
Tersenyumlah wahai kalapasku
Anggaplah aku sebagai anakmu
Mimpi yang ada di benakku
Di sini, di dalam istanamu
Andai aku punya pesawat luar angkasa
Rela kuberikan kepadamu
Lewat lagu ini kuucapkan terima kasih atas segala kebaikanmu”
Saya tersentak mendengar syair yang dinyanyikan anak2 itu dengan
sepenuh hati. Usia mereka saya taksir sekitar 12-15 tahun. Sembari
menyanyikan lagu berjudul “Pak Haru” itu, mereka memainkan
gitar,bas,gendang,termasuk alat musik drum yang sederhana. Mereka
adalah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak-Anak Tangerang. “Lagu
ini saya persembahkan untuk Pak Haru,” ujar Anjar yang menjadi
penyanyi. Selama band anak-anak yang dibentuk dalam LP itu
menyanyikan lagu yang khusus yg mereka ciptakan bagi Pak Haru, hati
saya mengharu biru. Sementara Pak Haru, Kepala Lembaga
Permasyarakatan anak-anak Tangerang itu hanya tersenyum kecil.
Senyuman penuh kasih.
Ini kedua kalinya saya bertemu Pak Haru. Pertemuan pertama terjadi
beberapa tahun lalu, ketika Kick Andy melakukan rekaman di LP tersebut
bersama anak-anak penghuni LP. Topik yang kami angkat waktu itu,
mengenai kehidupan anak-anak di penjara. Bagaimana anak-anak itu –
dalam usianya yang masih belia – sudah harus berpisah dengan orang tua
dan keluarganya.
Sejak pertemuan pertama, saya sudah terkesan pada Pak Haru. Sosoknya
santun, ramah, dan rendah hati. Penampilannya juga bersahaja. Tetapi
bukan itu saja, yang membuat saya selalu teringat padanya. Saya kagum
melihat prinsip hidup Pak Haru dalam memandang kehidupan anak-anak
penghuni LP.
Pada kedatangan pertama, saya segera merasakan kepemimpinan Pak
Haru di LP tersebut. Suasana penjara sangat bersih. Saya juga sempat
berkunjung ke perpustakaan LP, yang waktu itu baru saja dibuka. “Walau
mereka terkungkung di balik tembok penjara, anak-anak ini tetap berhak
atas ilmu & pengetahuan, ” ujar Pak Haru.
Di bawah bimbingan Pak Haru & para sipir di LP itu, anak-anak yang
ditahan di sana, aktif mengikuti berbagai lomba. Bahkan mereka mampu
mengukir prestasi demi prestasi. Mulai dari juara lomba melukis, membuat
maket, mengarang, lomba puisi, sampai kompetisi band. Pak Haru selalu
mendorong anak-anak LP untuk mengikuti berbagai kompetisi. Walau
untuk itu Pak Haru harus mengambil risiko yang cukup tinggi.
Waktu itu saya mengagumi keberanian Pak Haru memberi kepercayaan
pada anak-anak tahanan untuk bermain band di luar penjara dalam
berbagai kesempatan dengan pengawasan yang minim. Apakah tidak
takut mereka akan lari dan tidak kembali ke penjara?
Pak Haru menggeleng, “Justru dengan diberi kepercayaan seperti itu,
mereka tertantang untuk menjaganya. Kepercayaan itu mahal bagi
mereka, ” tutur Pak Haru. Dari tahun ke tahun, anak-anak yang berprestasi
diberi keleluasaan mengikuti berbagai kompetisi di luar penjara. Faktanya,
tak satupun anak-anak itu yang menyalahgunakan kepercayaan tersebut
dengan melarikan diri.
Saya kagum pada Pak Haru. Saya bisa merasakan kecintaan anak-anak
tahanan di LP tersebut kepada lelaki berperawakan kurus itu. Sebaliknya,
saya juga bisa merasakan kecintaan Pak Haru pada anak-anak yang
terkungkung di balik tembok penjara.
Ingatan pada Pak Haru mendorong saya baru-baru ini-- Melalui Kick Andy
Foundation —menyumbang sejumlah buku ke perpustakaan LP. Melalui
pengurus Kick Andy Foundation saya mendapat kabar Pak Haru dan anak-
anak LP sangat menginginkan bisa menonton film “Laskar Pelangi” di LP
sekaligus bertemu Andrea Hirata, penulis buku “Laskar Pelangi”.
Saya segera mengontak Andrea Hirata dan teman-teman di Penerbit
Bentang yang menerbitkan buku sekaligus membuat film “Laskar Pelangi”.
Gayung bersambut, Andrea dan teman-teman di Bentang menyambut
dengan antusias.
Maka hari itu kami berkunjung ke LP untuk memutar film tentang
perjuangan anak-anak miskin di Pulau Belitong itu. Betapa bahagianya hati
ini manakala saya melihat wajah anak-anak di LP itu tampak gembira bisa
bertemu dengan Andrea Hirata yang selama ini hanya mereka kenal lewat
pemberitaan dan cerita dari mulut ke mulut.
Andrea Hirata sendiri terkejut dan geleng-geleng kepala ketika band anak-
anak di penjara itu dengan fasih dan atraktif menyanyikan lagu “lascar
Pelangi” yang menjadi sound track film tersebut.
Pada kesempatan itu, Pak Haru menceritakan kegalauannya pada peristiwa
penangkapan anak-anak tukang semir sepatu di Bandara Soekarno-Hatta.
“ Mereka baru berusia sekitar 12 tahun,” ujar Pak Haru masgul.” Tapi
mereka sekarang harus meringkuk di dalam sel.”
Pak Haru lalu mengungkapkan pertentangan bathin yang kerap dirasakan
dalam berbagai kasus yang melibatkan anak-anak di bawah umur.
“ Hukum kita memang harus ditegakkan. Tetapi jika sampai menyangkut
anak-anak dibawah umur, hati saya sering berontak,” ujarnya.
Dalam kasus anak-anak yang ditangkap di bandara, dengan tuduhan
berjudi, Pak Haru dengan jujur menyatakan pandangannya yang berbeda
dengan petugas yang menangkap anak-anak itu. “Mereka hanya mengisi
waktu sambil main-main. Memang ada permainan uang. Tapi, uang
taruhannya kecil. Apalagi mereka sebenarnya bersaudara. Harusnya cukup
orangtua mereka dipanggil, diberi nasihat, tapi tidak perlu sampai harus
masuk penjara, ” Pak Haru menegaskan. “Penjara, sebaik apapun, akan
memberi pengaruh buruk bagi mereka.”
Saya bisa merasakan dilemma yang dihadapi Pak Haru. Termasuk ketika
dengan nada galau lelaki berkumis tebal itu menunjuk tahanan paling
muda di LP tersebut, yang berusia di bawah 12 tahun, yang hari itu sedang
memperlihatkan keterampilannya bermain drum. “Sejak kecil dia tersesat
ikut menggelandang di Pasar Anyer. Belum genap berusia 12 tahun, sudah
harus menjadi penghuni LP, ” kata Pak Haru. Padahal, menurut Pak Haru,
anak tersebut hanya menjadi korban karena disuruh oleh orang dewasa.
Pada suatu hari, di bawah ancaman, anak tersebut disuruh mengambil
motor dari halaman sebuah rumah. Pada saat sedang mendorong motor
tesebut, tubuhnya yang kecil tidak kuat menyanggah sepeda motor
tersebut. Sepeda motor terbalik dan menindih sang anak. Setelah
ditangkap dan diproses, anak tersebut dikirim ke LP Anak Tangerang.
“ Tempat dia seharusnya bukan di sini,” ujar Pak Haru dengan wajah sedih.
Saya beruntung mengenal Pak Haru. Saya beruntung bisa melihat
kehidupan lain di dalam penjara. Kehidupan lain di dalam penjara.
Kehidupan anak-anak yang terpisah dari ibunya. Anak-anak yang
seharusnya masih membutuhkan kasih saying dan bimbingan orangtua.
Anak-anak yang oleh keadaan harus menghadapi masa depan yang penuh
tanda Tanya.
Dengan mengenal Pak Haru dan melihat kehidupan di dalam penjara anak-
anak itu. Saya bisa lebih berempati terhadap anak-anak itu. Dengan melihat
kehidupan di dalam penjara, saya lebih menghargai kebebasan.
Secinta-cintanya mereka pada Pak Haru, mereka tentu akan lebih
berbahagia jika berada di luar tembok penjara. Berada di antara orangtua
dan keluarga. Bukan terpisah oleh tembok penjara. Belum lagi stigma yang
harus mereka pikul seumur hidup sebagai “bekas tahanan”.
Dengan melihat kehidupan anak-anak ini di dalam penjara, setidaknya saya
bisa membuka mata hati saya. Bahwa mereka hanya korban keadaan.
Bukan keinginan mereka untuk dilahirkan dalam situasi yang
menghantarkan mereka di dalam penjara.
Saya percaya kata-kata Andrea Hirata kepada anak-anak di penjara itu,
bahwa dalam kehidupan, jika kita salah dalam melangkah, masih ada
“ kesempatan kedua”. Karena itu, mereka berhak untuk mendapatkan
kesempatan kedua itu. Pertanyaannya : adakah kita memberi mereka
kesempatan kedua?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar